google.com |
Banda Aceh ( Berita ) : Pemerintah Aceh menilai salah satu tantangan dalam menyukseskan penerapan syariat Islam secara kaffah (menyuluruh) di provinsi itu adalah menyebarnya paham sekulerisme, pluralisme agama dan liberalisme (sepilis).
“Virus itu dianggap berbahaya karena bermain pada tataran ideologi, merusak akidah umat berakibat pada ragunya terhadap ajaran Islam dengan alasan-alasan yang terlihat seolah-olah ilmiah dan akademis,” kata Kabid Bina Hukum Dinas Syariat Islam Aceh Munawwar Abdul Jalil di Banda Aceh, Rabu [15/01].
Hal tersebut disampaikan Munawwar pada dialog terkait eksistensi syariat Islam di Aceh yang diselenggarakan Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Dijelaskan, para pengusung paham tersebut memberi slogan humanisme dalam gerakan mereka. “Padahal Islam selain mengusung misi Hifzunnafs (menjaga jiwa/humanisme), juga mengusung agenda hifzudiin (menjaga agama), menjaga harta, keturunan dan pemeliharaan terhadap harta,” kata dia menambahkan.
Menurut Munawar, para pengusung paham “sepilis” tersebut terus berusaha memperburuk pandangan tentang syariat Islam dengan harapan mendapatkan kucuran dana dari luar.
“Contohnya seperti saat penertiban ondong-ondong di Aceh Singkil, kemudian pengusung ‘sepilis’ itu mempropagandakan seolah yang terjadi adalah penutupan geraja dan pengengkangan terhadap kebebasan beragama di Aceh, padahal terbukti bahwa Aceh sangat toleran dalam beragama,” kata Munawwar menambahkan.
Ditegaskan, umat Islam di Aceh dan pihak-pihak terkait Syariat Islam sangat menjunjung tinggi adanya pluralitas di Aceh, tapi bukan pluralisme agama, ” kata dia menegaskan.
Sementara itu, Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa Ibrahim A Latif mengatakan penegakan Syariat Islam di daerahnya ditekankan pada dua hal, yaitu “amar bil makruf” (menyuruh kepada yang baik) dan “nahi munkar” (mencegah dari kemungkaran).
“Amar makruf dilakukan dengan pembinaan oleh ulama-ulama, teungku-teungku dayah, ustaz, Khatib Jumat dan sebagainya. Sementara proses ‘nahi munkar’ ditegakkan lewat Polisi Wilayatul Hisbah,” katanya menjelaskan.
Namun Ibrahim A Latif mengakui, banyak fitnah dalam penerapan syariat Islam di Langsa, tapi pihaknya tetap komitmen dalam penerapannya. Saat ini penerapan syariat Islam di Langsa mengalami kemajuan.
“Sebelumnya, saat pesta perkawinan banyak pemuda tidak mau membantu cuci piring kecuali setelah dikasih minuman keras. Begitu juga, dulu pesta perkawinan tidak sah kalau tidak ada keyboard (organ) yang kemudian diiringin dengan ragam maksiat, seperti miras, khalwat dan sebagainya. Sekarang Alhamdulillah mulai berkurang, ” kata dia. (ant )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar