Koalisi Peduli Hutan Demo ke DPRA - TEST

Breaking

Rabu, 01 Januari 2014

Koalisi Peduli Hutan Demo ke DPRA

BANDA ACEH - Puluhan massa tergabung dalam Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), Senin (30/12) berdemo di depan Gedung DPRA, Banda Aceh. Mereka menolak Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh karena dalam qanun itu telah hilang status atau nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang selama ini sangat dilindungi.

Massa yang membawa spanduk dan poster berisi penolakan terhadap Qanun RTRW Aceh yang telah diparipurnakan DPRA, 27 Desember 2013 tiba di Gedung DPRA sekitar pukul 11.30 WIB. Di sela-sela orasi massa ini secara bergantian, Juru Bicara KPHA, Efendi Isma SHut kepada wartawan mengatakan, selain persoalan nomenklatur, masalah lainnya dalam Qanun RTRW itu adalah tak diadopsinya kawasan masyarakat adat. Menurut Efendi, penghilangan nomenklatur KEL menggambarkan semangat meraih kembali marwah kedaulatan Aceh hanya isapan jempol belaka. Ketika nomenklatur KEL itu dihilangkan, maka status hutan kawasan ini yang sangat dilindungi, statusnya nanti menjadi hutan Aceh yang aturan perlindungannya belum jelas. “Akan mudah saja hutan tersebut dikonversi pihak tertentu untuk kepentingan lain, misal untuk pertambangan yang risikonya juga terhadap rakyat,” kata Efendi Isma.

Setelah sekitar satu jam lebih berorasi dan sudah sempat terjadi dorong-dorongan antara massa dengan polisi pengaman karena massa ingin menuju ke ruang Ketua DPRA Hasbi Abdullah, namun tak diizinkan polisi, akhirnya Ketua Komisi A DPRA, Adnan Beuransyah menjumpai pendemo.

Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh ini mengatakan, dalam pendapat akhir dewan yang akhirnya diparipurnakan, 27 Desember 2013 tentang Qanun RTRW itu, bukan nomenklatur KEL yang dihilangkan, melainkan Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (BP-KEL) agar pengelolaan KEL itu menjadi kewenangan Aceh sepenuhnya melalui UPTD di bawah Dinas Kehutanan Aceh. “Dengan demikian Pemerintah Aceh semakin berperan dalam pengelolaan KEL ini dan semoga hutan tersebut semakin terjaga lebih baik,” kata Adnan.

Persoalan kawasan masyarakat adat Aceh, dalam RTRW Aceh ini, menurut Adnan juga tetap ada, namun di bawah mukim. “Yang membedakan mukim saat ini bukan di bawah camat lagi, melainkan di bawah Lembaga Wali Nanggroe,” jelas Adnan.

Namun begitu, Adnan mengatakan Qanun RTRW itu belum final. Qanun itu masih menunggu hasil koreksi Mendagri. Mendengar penjelasan tersebut, seorang di antara massa meminta dokumen tertulis tentang hal ini untuk mengetahui kebenaran isi Qanun RTRW Aceh tersebut. Adnan mempersilakan perwakilan massa mengambil dokumen ini ke Biro Hukum DPRA. Sekitar pukul 13.30 WIB, massa bubar setelah menerima dokumen itu untuk mereka pelajari. (sal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar